Werewolf’s Hunt: Buru Harta Saat Bulan Purnama!
Di sebuah pelosok terpencil nan misterius, berdirilah Kota Grisvalen—desa perbukitan yang diselimuti kabut dan bisikan rahasia. Setiap kali bulan purnama menampakkan sinarnya di langit, penduduk desa enggan keluar rumah setelah gelap. Konon, saat itulah “The Hunt” dimulai—perburuan harta karun oleh sepasang werewolf yang dahaga kekayaan…
I. Legenda Kota Grisvalen
Grisvalen pernah menjadi kota kecil yang makmur, lapangan, perladangan, dan tambang batu permata di lembah sekitarnya banyak menyuburkan rakyatnya. Namun suatu malam, seorang penambang bernama Erik Lothaire membawa pulang artefak kuno—patung berbentuk serigala dengan mata gemerlap. Sesudahnya, keganjilan mulai muncul; penduduk merasakan kehadiran makhluk malam.
Legenda mengatakan patung tersebut adalah penyerupaan roh serigala tua, yang memberikan kekayaan dengan harga murka alam. Erik yang dulu sederhana berubah tamak, menimbun emas di ruang bawah tanah. Namun, suatu malam saat bulan purnama, ia menghilang bersama harta. Desas-desus menyebut ia berubah—menjadi werewolf haus darah dan emas.
Sejak itu, di malam purnama, penduduk mendengar kegaduhan: lolongan panjang, dentuman tongkat dan tangan yang mencakar. Mereka percaya pasang werewolf—Erik dan pasangannya—keluar memburu siapa pun yang berani menyusuri busut di hutan mencari “harta tersembunyi”.
II. Siapa Mereka, dan Mengapa Memburu Harta?
Menurut cerita warga tertua, werewolf itu tak hanya satu makhluk; mereka sepasang. Selain Erik, ada seorang wanita bernama Ameline, pemahat kayu yang cantik dan penyendiri. Konon dia adalah cinta sejati Erik. Mereka menggali tambang bersama, lalu menemukan patung itu. Saat bulan purnama, keduanya berubah, berpadu menjadi siluet serigala-abah-abah, berburu emas tersembunyi di perbukitan dan gua bawah tanah.
Alasan mereka memburu bukan sekadar harta—melainkan untuk meredakan rasa haus yang tak pernah padam. Konon, setiap kali berbalik wujud manusia, tubuh mereka rapuh, bertaubat. Namun saat bulan purnama kembali, mereka merasakan kebutuhan ekstrem akan emas dan darah. Kedua pasangan itu percaya bahwa mengumpulkan kekayaan—khususnya artefak dari patung-serigala—akan menjaga mereka tetap terikat dalam bentuk manusia.
III. Malam Purnama: Awal Perburuan
Saat langit malam menjelang purnama sempurna, Grisvalen berubah sunyi. Fenomena “Daya Siluman” mulai merebak: anak anjing menyalak gelap, aliran sungai mengeram lebih keras, dan kabut menebal sampai jarak pandang menyempit.
Beberapa warga yang pernah “kebetulan” melihatnya, mengisahkan kalau werewolf muncul layaknya bayangan, mencuat dari tanah, mata merah dan bulu basah lembab. Sensasi dingin merambat ke dada saat sinar bulan menyentuh tubuh mereka—itulah tanda “The Hunt” telah dimulai.
Perburuan harta—dan juga manusia—berlangsung sepanjang malam. Bayangan terus melintas di antara pepohonan. Terompet kuno milik warga dulu berbunyi tiga kali pukul—peringatan bahwa werewolf mengendus mangsa mereka. Biasanya keluarga akan bergegas ke ruang bawah tanah, mematikan lampu, menutup rapat pintu dan jendela.
IV. Pencarian Artefak Tersembunyi
Setiap areal tambang dan gua di Grisvalen sempat digali selama berabad-abad. Banyak lubang-lubang kecil dan rongga penuh batu permata. Pada satu titik, tercatat ada “Ruang Lothaire”—lubang besar yang pernah dijadikan Erik dan Ameline tempat menyimpan harta. Mereka menutupnya rapat dengan pintu kayu ukiran serigala.
Tahun demi tahun, suara dari dalam—cakaran, geraman—kian keras tiap malam purnama. Setelah peristiwa itu, warga menutup pintu itu secara permanen, membuat peringatan: “Jangan sentuh pintu serigala.”
Namun daya tarik segunung emas dan artefak memicu petualang—beberapa dari mereka menghilang. Lagi-lagi, warga merasakan kesakitan dan ketakutan. “Mereka dicekik oleh bayangan,” menurut saksi. Jikalau harta diambil, kengerian pun terjadi: tubuh petualang ditemukan terkoyak, sebagian emas hilang, tubuh tampak hangus seolah disentuh matahari kali kedua.
V. Intrik dan Petualang Modern
Dalam era smartphone dan netizen, berita kematian misterius tersebar cepat. Blogger horor dan vlogger mencoba menguak tabir Grisvalen—mengaku mendengar lolongan di jembatan tua. Meski sering disorot media paranormal, sayangnya pasang mata tak bisa mengambil bukti kuat: siluet werewolf menghilang sesaat setelah purnama memuncak.
Pada hari-hari menjelang purnama berikutnya—28 Mei 2025—beberapa kelompok nekat menyiapkan operasi: peta laser, drone, thermal camera, hingga pasokan makanan. Mereka berkemah di tepi bukit dekat gua. Sahabat saya, Armand, bergabung. Ia percaya fenomena itu merupakan mitos—bahkan menawarkan bayaran tinggi untuk video eksklusif.
Malam itu kabut pekat. Armand menerima bisikan di radio walkie-talkie: “Ada gerakan…” Tiba-tiba drone terpental. Thermal cam merekam dua sosok besar; bulu punggung tampak basah, mulut menetes, mata menyala oranye. Armand tertangkap panik: “Mereka terlalu cepat…” kemudian radio sunyi. Video pun lenyap.
Keesokan harinya, jenazah Armand ditemukan 30 meter dari kemah, tanpa sepatu. Tiga pil hitam—kepingan batu permata kecil—terselip di sakunya. Laporan dokter: luka robek di leher, tak ada bekas darah utuh. Bukti tak kuat, tapi misteri makin tebal.
VI. Sisi Mistis: Kutukan Serigala Purba
Ditinjau kembali dari legenda lokal, patung itu mengandung roh “Lycaon”—serigala besar yang dulu berkuasa di daerah itu. Roh Lycaon terperangkap bersama energi bulan—bahkan konon muncul dalam ritus magis. Setiap patung yang pecah, akan memanggil lindu malam—energi kegelapan menyerupai werewolf.
Menurut seorang dukun warisan, untuk mengakhiri kutukan perlu ritual kuno: memecah patung dan membakar dua pil suci—satu untuk Erik, satu untuk Ameline—di tengah malam purnama, lalu menanam abu mereka di persimpangan tiga jalan. Jika gagal, werewolf akan semakin kuat tiap purnama, berevolusi menjadi entitas rupawan di siang hari, dan berkeliaran seperti manusia di siang hari menjalankan intrik dalam masyarakat.
VII. Persiapan Ritual: Harapan Terakhir
Mendengar kisah mengerikan, penduduk Grisvalen panik. Namun ada sekelompok kecil—sinis namun optimis—yang membentuk Koalisi Cahaya Bulan. Mereka terdiri dari profesor arkeologi, antropolog, dukun desa, serta relawan keamanan. Misi mereka: menemukan patung asli, dan dua pil suci (semena emas yang terkandung dalam figurine demi ritual).
Peta lama menunjuk patung berada di kuil bawah tanah yang terkubur. Tugas pertama: menggali reruntuhan dekat tambang tua. Mereka menyiapkan peralatan forensik, kamera thermal, lampu UV, dan senjata anti-predator—lentera berasap kayu juniper yang diyakini menenangkan roh serigala.
Saat purnama tiba, Koalisi memasuki gua, menuruni ratusan anak tangga kerikil. Aroma tanah lembab dan suara gemericik air menemaninya. Di ruangan tengah, mereka menemukan patung pecah dalam beberapa bagian, serta dua bola emas—sisa dari pil suci—yang terbakar di pinggir altar.
Profesor Ellin menyarankan ritual segera digelar. Dukun memulai doa kuno, menyanyikan nyanyian bulan sambil membakar bola emas dan serpihan patung di atas api juniper. Detik berganti detik, suhu ruangan naik, dan cahaya bulan menembus retakan gua. Sebuah lolongan memenuhi ruang, lalu sunyi kembali.
VIII. Klimaks: Pertempuran di Tengah Cahaya Bulan
Mereka hanya punya waktu perjalanan satu jam sebelum si pusaran berubah menjadi ganas. Tepat saat mereka memulai ritual, makhluk berwujud kabut tebal memasuki ruangan: dua sosok werewolf mengerang, menebar aura kemarahan.
Pertempuran pun terjadi. Para antropolog memanfaatkan lumut khusus yang dibuat dari ramuan juniper dan rempah desa untuk membutakan indera arewolf. Sementara tim bantuan menggunakan jaring khusus untuk menjebak. Dukun terus mengalunkan mantra, seperti simfoni puncak malam purnama.